Dalam konteks meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, panglima militer Israel, Herzi Halevi, mengeluarkan peringatan keras kepada Iran, menekankan bahwa Israel memiliki “kapasitas untuk berbuat lebih banyak” daripada yang ditunjukkan dalam serangan-serangannya baru-baru ini. Pernyataan ini muncul setelah serangan yang dilakukan pasukan Israel di wilayah Iran yang menurut Halevi menargetkan “sistem strategis di Iran”. Situasi ini semakin diperumit oleh retorika perang kedua negara, yang berada dalam lingkaran ancaman dan pembalasan.
Serangan Israel, yang terjadi pada Sabtu dini hari, mengakibatkan kematian empat tentara Iran dan satu warga sipil, serta kerusakan signifikan pada kemampuan pertahanan Iran, termasuk radar. Peristiwa ini merupakan bagian dari siklus kekerasan yang menjadi ciri hubungan kedua negara dalam beberapa bulan terakhir, yang diperburuk oleh pemboman Iran pada awal Oktober, di mana hampir 200 rudal balistik diluncurkan ke Israel.
Serangan ini penting bukan hanya karena dampak langsungnya, namun juga karena menandai pertama kalinya Israel secara terbuka mengakui melakukan serangan terhadap wilayah Iran. Meskipun Israel telah melakukan operasi di masa lalu, ini adalah pertama kalinya operasi tersebut diakui secara resmi, yang menunjukkan adanya pergeseran dalam strategi komunikasi negara tersebut.
Dalam pernyataannya baru-baru ini, Letnan Halevi menyatakan bahwa serangan itu dilakukan hanya dengan menggunakan “sebagian dari kemampuannya”, yang menunjukkan bahwa Israel masih memiliki sumber daya dan strategi cadangan. “Pesan kami sangat jelas dan terkait dengan apa yang terjadi di Timur Tengah dalam beberapa bulan terakhir”, tegasnya, seraya menambahkan bahwa Israel tahu “bagaimana menjangkau dan menyerang ancaman apa pun, di mana pun dan kapan pun”.
Ancaman
Halevi bersikeras bahwa serangan itu menargetkan “sistem strategis” Iran, yang menunjukkan bahwa Israel bertekad untuk mempertahankan sikap agresif dalam menghadapi potensi ancaman apa pun. Lebih lanjut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendukung klaim tersebut, dengan menyatakan bahwa serangan tersebut mempengaruhi kemampuan pertahanan Iran dan kemampuannya mengembangkan rudal.
Di pihak Iran, Presiden Masud Pezeshkian membela hak Iran untuk menanggapi apa yang disebutnya agresi Israel. “Kami tidak bermaksud berperang, tetapi kami akan membela hak-hak bangsa dan negara kami,” katanya, seraya menekankan bahwa setiap serangan akan ditanggapi dengan tepat. Retorika perang seperti ini biasa terjadi dalam politik Iran, dimana pertahanan kedaulatan nasional merupakan isu sentral.
Pezeshkian juga menegaskan kembali bahwa, meskipun Iran tidak menginginkan konflik terbuka, negaranya bersedia bertindak untuk membela wilayah dan rakyatnya. Posisi ini menunjukkan bahwa situasi dapat memburuk jika permusuhan terus berlanjut dan komunitas internasional terus memantau perkembangan situasi tersebut.
Meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran mempunyai implikasi signifikan terhadap keamanan regional. Kedua negara berada dalam kewaspadaan tinggi dan setiap kesalahan perhitungan dapat mengakibatkan konflik skala penuh. Kemampuan Israel untuk melakukan serangan di wilayah Iran, ditambah dengan kesediaannya untuk menggunakan kekuatan di luar yang sebelumnya digunakan, merupakan indikasi jelas keseriusan Tel Aviv dalam menghadapi ancaman Iran.
Selain itu, dukungan yang diterima Iran dari aktor regional lainnya, seperti Hizbullah dan kelompok Syiah lainnya, semakin memperumit situasi. Israel harus mempertimbangkan tidak hanya kemampuan Iran untuk merespons secara langsung, namun juga potensi dampak konflik yang lebih luas yang melibatkan sekutu-sekutunya.
Konfrontasi baru-baru ini antara Israel dan Iran menyoroti kompleksitas dan bahaya dinamika di Timur Tengah. Peringatan dari tentara Israel dan tanggapan tegas Iran menunjukkan situasi yang bisa meledak kapan saja. Ketika kedua negara terus saling bertukar ancaman dan menunjukkan kemampuan militer mereka, perdamaian di kawasan menjadi semakin mustahil.